skip to main |
skip to sidebar
Hujan
Pagi ini sinar mentari tak menyapa
hangat udara pagi. Ya, pagi ini mendung begitu pekat. Langit kelabu dengan
congkak mengalahkan mentari. Serasa membeku, bahkan kaca jendela itupun ikut menggigil
di temani butiran-butiran embun bening yang menempel dengan rasa harap cemas
seperti menanti sinar yang akan menguapkannya kembali menjadi udara dan
terbebas menuju ke atas awan. Namun sayang, mungkin itu hanya harapan kosong,
karna mentari semakin enggan menampakkan
keanggunan warna merah jingganya, sebaliknya mendungpun semakin pekat, bahkan rintik
gerimis sudah terdengar diluar sana. Aku beranjak melihat keluar melalui kaca
jendela yang semakin beku. Embun yang tadinya berbutir-butir seperti mutiara di
atas kaca, kini berkumpul karna percik air hujan, mengalir kebawah menciptakan
pola aliran yang tak berbentuk, menyapu tiap butir embun yang terlewati olehnya.
Ku gerakkan tangankananku, mulai menulis sebuah nama di atas kaca dengan
jari tengahku, sebuah nama yang sangat tak asing lagi. Kupandangi nama itu seraya
anganku mulai mengelana jauh menembus tangisan langit yang semakin menjadi di
pagi ini. Mengingat lagi alur kisah yang masih bertahan pada klimaksnya.
Menyesakkan…. Tanpa kusadari nama yang kutulis sudah tak berbentuk lagi,
terhapus oleh aliran-aliran embun yang semakin membekukan kaca jendela. Ku hela
nafas panjang sambil bergumam, ”padahal
banyak kata yang tak sempat aku katakan, seperti namamu yang kutulis di kaca
jendela ini, kaupun menghilang tanpa kusadari”. Aku mulai tersadar dari
lamunan, menatap keluar hujan yang tak kunjung reda di pagi ini.
0 komentar:
Posting Komentar
Syukron^^