skip to main |
skip to sidebar
*Bicara Baik
Ribuan tahun lalu, kita telah dinasehati: bicaralah yang baik, atau
diam (kalau kalian tdk tahu dari siapa muasal nasehat ini, maka
bergegaslah membaca banyak buku, bukan menghabiskan waktu tdk jelas).
Itu nasehat yang sangat relevan hingga kapan pun, bahkan besok lusa.
Karena hari ini, dengan teknologi informasi yang berkembang menakjubkan,
dan semua orang merasa punya kesempatan bicara apapun, termasuk
menulisi dinding rumah maya seorang presiden sekalipun, masalah ini
semakin kacau balau.
Bicaralah yang baik atau diam. Apa itu
yang baik? Banyak definisinya, banyak penjelasannya, tapi secara umum,
satu maksud dan tujuannya.
Ada orang yang mendefinisikannya
(kasus yg sangat istimewa) lewat dia memutuskan bicara hanya untuk
menyebut ayat2 Al Qur'an--tidak utk yg lain. Jadi kalau kita mengajak
dia mengobrol, dia akan menjawab dengan kalimat dalam Al Qur'an, ada
kisahnya orang ini. Hebat sekali. Dan percakapan itu tetap nyambung,
nyaman, dan efektif. Karena kalimat dalam Al Qur'an lebih dari cukup sbg
bahan percakapan. Dan dia jelas tidak akan bicara hal2 yg tdk penting,
karena hal2 sepele bisa diselesaikan tanpa harus mengeluarkan sepotong
kata pun.
Tapi kita tidak se-level dgn beginian, bukan soal
menghafal Al Qur'annya hingga kita bisa punya kosa kalimat yg banyak sbg
bahan percakapan--itu terlalu sulit buat sebagian besar orang. Tapi
lebih karena sejak kecil kita terlanjur suka bicara apapun. Hal2 yang
sepele sekalipun kita komentari, kita bicarakan, hal2 yg sudah tahu sama
tahu, kita ributkan, padahal sama saja yang diributkan.
Apa
itu bicara baik. Silahkan membuka buku2 yang membahas hal tersebut jika
ingin tahu lebih komprehensif. Banyak bukunya. Catatan ini hanya
disiapkan untuk menjelaskan simpel dari kaca mata yg berbeda. Maka, apa
itu bicara yang baik, menurut hemat saya ada tiga level saat orang
memutuskan bicara/menulis baik:
1. Menghibur atau menemani
2. Bermanfaat
3. Menginspirasi
Level paling rendah adalah menghibur atau menemani. Banyak contohnya,
kita bisa menghibur atau menemani orang lain lewat mengobrol/tulisan.
Level kedua bermanfaat, jadi tdk hanya menghibur dan menemani, tapi juga
bisa memberikan pengetahuan baru, informasi baru, pun kesempatan baru.
Dan level tertinggi adalah menginspirasi, ketika tulisan atau percakapan
kita tidak hanya memenuhi level satu dan duanya, tapi sekaligus
berhasil menggugah orang lain agar lebih baik.
Nah, sebaliknya, ada tiga level juga apa itu yang disebut bicara/menulis buruk:
1. Sia-sia, bicara kosong
2. Mengganggu dan menyakiti
3. Menyesatkan dan merusak
Level paling rendah adalah sia-sia, alias kosong saja. Tidak ada
percakapannya atau tidak ditulis, hasilnya tdk akan berbeda, sama saja.
Karena derajatnya memang sia2 saja. Lantas level kedua adalah mengganggu
dan menyakiti, ini masuk semua tulisan2/percakapan2 mengganggu di dunia
maya, annoying bagi orang lain, dgn bahasa manja, genit, bahkan dalam
kasus lebih serius jorok, tidak sopan, kasar, menghina, dsbgnya. Sudah
sia-sia, kosong, mengganggu dan menyakiti pula.
Dan level
terakhir adalah menyesatkan serta merusak. Jenis percakapan atau tulisan
yang sangat berbahaya--meskipun pelakunya sih tidak merasa itu
berbahaya. Seperti latah menyebarkan tulisan2 dusta/bohong, memfitnah,
mengarang2, dsbgnya. Baik sebagai pencetus utama percakapan/tulisan tsb,
atau sekadar share, membagikan ke orang lain tanpa diperiksa terlebih
dahulu.
Nah, untuk mencapai level bicara baik, maka mulailah
tambah ilmunya, tambah pengetahuannya. Belajar. Hanya dengan cara itu
kita akan bisa melakukannya. Kalaupun kita tdk berambisi menginsipirasi,
setidaknya apa yang keluar dari mulut dan jari kita adalah hal2 yang
menghibur dan menemani. Setidaknya bukan pembicaraan sia-sia, atau
kosong belaka. Kita tidak akan pernah mencapai level bicara/menulis baik
kalau membaca saja malas, menghadiri majlis ilmu saja setahun sekali
(itupun nyasar), dan melakukan perjalanan/pengamatan apalagi, lebih tdk
pernah lagi. Semakin berisi padi, maka semakin merunduk batangnya. Dan
pastikan: banyak orang yang merasa bisa. Tapi sedikit sekali yang bisa
merasa.
Semoga dipikirkan.
Diambil dari FP :Darwis Tere Liye
0 komentar:
Posting Komentar
Syukron^^